Posts Subscribe comment Comments

WONG BLAMBANGAN ORANG YANG TERTUTUP(Pigeaud 1929) /Using adalah Bohong/Tidak Benar

KsatryaMacanPutih(Blambangan): Andai dirimu terkurung dalam jeruji besi,kakimu dirantai, sedang taring dan kukumu dicabut, maka tetaplah pelihara kilau bulumu , berjalanlah dengan tegak, dan perdengarkan aummu yang menggetarkan itu.
Pendapat Sang Bagawan (Pigeaud) itu meluncur tak terbendung.
Pendapat Dr. Sri Margana yang  mengambil Doktor di Universitas Leiden , Belanda, dengan disertasi  “Java’s Last Frontier: The Struggle for Hegemony of Blambangan“ dalam wawancaranya di Tempo edisi September 13sd 19 September, menyatakan  bahwa cerita Damarwulan ,Menakjinggo merupakan usaha untuk melakukan delegimitasi dan sinisme raja Blambangan , karena  Cerita Damarwulan dan Prabu Menakjinggo ini ditulis dalam buku Serat Kanda / Serat Damarwulan oleh sastrawan dari keraton Surakarta dan dipentaskan dalam bentuk Langendrian (Operate) oleh Mangkunegara IV (1853 sd 1881). Kemudian dipopulerkan di Banyuwangi oleh penguasa Banyuwangi yang masih berdarah Surakarta,telah menggugah perhatian saya untuk melacaknya.
Sejak saat itu  saya mulai tertarik ,untuk mengetahui  sejak kapan delegitasi dan sinisme  itu menjadi sangat spesifik ,artinya tidak melalui cerita atau legenda yang menyesatkan tetapi langsung dengan menyatakan orang Blambangan itu tertutup, tidak menerima orang luar , maka pantas disebut  Wong  Using .
Karena jika suku bangsa lain di Nusantara ,meradang dengan hasil survey yang menegatifkan sukunya, orang Banyuwangi seakan tak berkutik dan pasrah, malahan ada yang menjustifikasi ,sifat itu dengan penjelasan bahwa kata itu harus diartikan secara positip. Atau malahan kata Using , menjadi alasan untuk membangun theory  bahwa orang Orang asli Banyuwangi adalah suku tersendiri yang memikiki bahasa tersendiri , dan tidak menjadi rumpun  Jawa.      Setelah menelusuri banyak tulisan dan karya tentang orang Using ,ternyata semua tulisan itu menyandarkan pada pendapat Bagawan  sastra dan sejarah Jawa,beliau adalah PIGEAUD. Pendapat sang Bagawan tersebut ibarat lubang kecil di kanal Amsterdam Belanda, kemudian menjadi jalur keluar  air laut samudra Atlantik, muncrat sangat deras dan tak terbendung, sehingga menenggelamkan kota Amsterdam. Demikian pula  yang dialami wong Blambangan , semua sikap baik orang Blambangan, keindahan budaya kesenian, dan falsafah kepemimpinannya ( KALOKA, Prawira, WICAKSANA, BAHASA), hilang seperti diterjang Tsunami, habis tak berbekas, yang muncul adalah pendapat yang menegativekan orang Blambangan/Banyuwangi.
Dan  alangkah menyedihkan untuk wong Blambangan ,karena sabda ini  menjadi deretan panjang ,setelah tulisan babad yang memuakkan , menjadi acuan para hobbiest, budayawan lokal, maupun pendidikan tinggi mengutipnya, sebagai landasan ilmiah untuk menentukan tabiat wong Blambangan.Inilah kutipan pendapat Pigeaud itu
Etnik using dan Budaya Tradisi Lisan (Pustaka, vol VI, 2006:189)Transformasi Seni Pesisir Using ke Ludruk Madura di Jember Henricus Supriyanto.
Provinsi Jawa Timur yang tertimur adalah Kabupaten Banyuwangi. Di wilayah ini dijumpai etnik Using atau etnik yang menyatakan diri sebagai penduduk asli Blambangan Banyuwangi. Kata using merupakan kata serapan dari bahasa Bali yakni sing yang artinya tidak. Interpretasi historis bermakna etnis yang menolak hegemoni dari luar Blambangan atau kekuatan luas yang bermaksud menguasai wilayah Blambangan. Dalam konteks ini kata using berarti penduduk asli Blambangan (Banyuwangi) yang tidak mau hidup bersama dengan “Wong Jawa Kulonan” (maknanya hegemoni dari Jawa wilayah Barat) (Pigeaud, 1929 dalam Herusantoso, 1987:78).
Penduduk kabupaten Banyuwangi yang berpenutur bahasa Using diperkirakan 58%, selebihnya adalah etnik Jawa Kulonan (pendatang) yang hidup di daerah selatan dan daerah pertanian, Madura sebagai besar di pesisir/nelayan, etnis Bali, Melayu dan Bugis (Kusnadi, 2002:11)
Ada pula pengakuan Hasan Ali (almarhum), penulis kamus Bahasa Using, yang menyatakan telah memperoleh masukan berharga untuk penyusunan kamusnya itu saat membaca buku kumpulan kata-kata Osing yang disusun Van Der Tuk tahun 1970 dan buku serupa karya Prof. Th. G. Th. Pigeaud yang disusun pada 1922-1923. ( Majalah Tempo, 11 Oktober 2004).
Tetapi gempuran tersebut tidak menyurutkan budayawan lokal lainnya untuk tetap melestarikan budaya Blambangan,apapun nama yang diberikan ,dengan  tetap menjaga  essensinya  dengan baik. Karya karya mereka telah mampu menyelamatkan , peninggalan Blambangan yang exotic, dan terus memberi dorongan para generasi berikutnya berkreasi. Dan syukurlah akhirnya bahasa lokal ini menjadi pelajaran di sekolah sekolah Banyuwangi, budaya dan kesenian Banyuwangi  telah diakui  dan menjadi kebanggaan  Nasional,  bahasa Banyuwangi terdokumentasi secara baik , pada institusi  Nasional maupun International . ( Smithsonian Institute)
Orang Tertutup./Using ????? Padahal kami Pluralis. Bukti berdasarkan keragaman penduduk . Suatu hal yang sulit  dipercaya, dan malahan sangat bertentangan dengan kenyataan.Bagaimana mungkin wong Blambangan  dikatakan tertutup , karena pada kenyataannya di daerah terpencil dengan konsentrasi orang Banyuwangi yang cukup besar,(ex Kawedanan Rogojampi dan Kawedanan Banyuwangi)  orang Banyuwangi/Blambangan hidup berdampingan dengan para pendatang  baik dari luar Nusantara  maupun dari Nusantara. Malahan catatan sejarah telah membuktikan  sejak tahun 1400 an pendatang dari China  mendarat di Blambangan telah diterima dengan baik oleh Bhre Wirabhumi ,dan sisa sisa laksamana Cheng Ho yang digempur pasukan Majapahit , di hormati, jejak mereka nampak dalam keahlian melaut dan sistim kepelabuhan baik di Panarukan, Kedawung maupun Ulupampang, demikian juga keberadaan orang Bugis, Mandar, Madura, Bengkolen . Para pendatang awal orang Arab yang dikenal dengan sebutan Walaiti, telah masuk jauh kepedalaman, dan menyunting wong Blambangan. Di desa terpencilpun akan kita jumpai  orang China , Arab , Asia Tengah ,India, Maladiva, Arab Afrika Utara ( Al Magribi), orang Palembang, Pekalongan, Cirebon, Madura, Jawa,Bali dan didaerah pesisir dapat ditemui orang Bugis, Mandar. (Orang China dan bangsa lain telah meninggalkan pedalaman karena adanya Peraturan Pemerintah no 10/60, Peraturan  yang melarang orang asing tinggal didaerah pedalaman kecuali memilih menjadi warga negara Indonesia)  Lebih dari itu mereka telah melakukan perkawinan campuran. Dan mereka menggunakan bahasa Banyuwangi  walaupun orang Banyuwangi sudah tidak mayoritas lagi di Kabupaten Banyuwangi sejak tahun 1774, ketika Genocida dilakukan Kompeni. Ini membuktikan betapa indahnya hubungan antara orang Banyuwangi dengan para pendatang. Bukti berdasarkan data statistik Penduduk. Berdasarkan data pada  tahun 1811 jumlah  orang Blambangan /Banyuwangi berjumlah 8000 orang  sedang pendatang berjumlah 20000 ( dua puluh ribu orang).Berdasarkan perhitungan perkembangan jumlah penduduk yang moderat ( berdasarkan pola dari perkembangan penduduk di Indonesia) maka jumlah penduduk wong Blambangan pada tahun 2011 ini akan mencapai 128 .000. Tetapi berdasarkan data statistik  pada tahun 2006 jumlah orang pada daerah orang Banyuwangi asli mencapai 600.000 (enam ratus ribu orang). Dengan demikian jumlah real orang Banyuwangi mencapai empat kali lipat jumlah berdasarkan perhitungan. Fakta ini membuktikan bahwa orang Banyuwangi tertutup tidak terbukti Dengan sikap tertutup tidak mungkin terjadi perobahan /perkembangan besar yang sangat significant pada jumlah penduduk  Fakta tersebut juga membuktikan terjadi perkawinan silang antar pendatang dengan wong Blambangan yang sangat intensip, karena Genocida telah membunuh banyak kaum lelaki , dan menyisakan kaum perempuan.Hanya dengan perkawinan dengan para pendatang maka jumlah akan berkembang pesat.( Contoh , seorang laki laki dan perempuan wong Banyuwangi, yang seharusnya membentuk satu keluarga Banyuwangi, dengan perkawinan silang telah membentuk dua keluarga Banyuwangi)
Sang Bagawan ( PIGEAUD) ternyata tidak pernah berpendapat Orang Blambangan tertutup.!!! Kutipan tentang pendapat Sang Bagawan bahwa wong Blambangan tertutup,, menimbulkan tanda tanya besar karena tidak ditemukan judul karya beliau. Apalagi kemudian tahun yang disajikan berubah ,dari tahun 1929, malahan ada budayawan lokal mencantumkan tahun 1920, 1923, dan ada lagi 1925, tahun 1930. Dari pelacakan penulis tentang sang Bagawan , tidak ditemukan satupun karya beliau yang ditulis sebelum  tahun 1934 ,apalagi tahun 1925 atau sebelumnya , karena beliau masih menjadi mahasiswa dan tinggal di Belanda. Beliau adalah orang yang sejak muda sangat  perfeksionis dan berpandangan luas. Sulit memahami , beliau memberikan pandangan/menulis tentang suatu masalah dengan mengambil study pada sekelompok kecil masyarakat kemudian menyimpulkan dengan kata yang sederhana dan simpel.Pemikirannya akan menjelajah samudera yang lebih luas. Semua karya yang dihasilkan  sangat monumental dan adalah pantas beliau mendapat gelar Bagawan sastra dan sejarah Jawa. Tugas  yang diberikan untuk memperbaiki kamus bahasa Jawa Belanda , malah menjadi karya  monumental  , dan menjadi references penulisan kamus bahasa Jawa Belanda.(1938) . Tugas yang diberikan oleh KITLV untuk menyunting ulang dan menterjemahkan  Kakawin Nagarakretagama pada tahun 1948, beliau lakukan dalam waktu sepuluh tahun , dan hasilnya adalah karya monumental yang terdiri atas lima jilid berjudul JAVA IN THE 14TH CENTURY ( 1960 -1963) dan terdiri 1500 halaman. Setelah Java in the 14th Century Pigeaud memulai magnum opus-nya (“karya utama”), atau katalog naskah manuskrip Jawa di Belanda, Belgia, Jakarta dan Singaraja. Katalognya terdiri atas empat jilid dan terbit antara tahun 1967 dan 1980.
Siapakah Pigeaud ? Pigeaud tidak pernah menulis tentang wong Banyuwangi sebelum tahun 1934.Inilah aktivitas beliau sebelum tahun 1934. Theo  tinggal di Den Haag bersekolah di  Gymnasium Haganum. Tahun 1916 ia kuliah di  Universitas Leiden, Taal- en Letterkunde van den Oostindischen archipel (“Bahasa dan Sastra Kepulauan Hindia-Timur”). Pada tahun 1919 Pigeaud  menyelesaikan studi S1-nya. Kemudian  melanjutkan studi  bahasa Melayu, bahasa Jawa, dan bahasa Persia. Tahun 1922, S2 cum laude dan pada thn 1924  , Pigeaud menyelesaikan S3 dengan disertasi pembahasan sebuah karya sastra Jawa Pertengahan berjudul Tantu Panggelaran mitologi Jawa Kuna. Thn 1925  Pigeaud berangkat ke pulau Jawa, ditugaskan pada Adviseur voor Inlandse Zaken (“Penasehat Urusan Pribumi”) bersama Prof  Hoesein Djajadiningrat dan Prof Bertram Johannes Otto Schrieke guru besar pada Fakultas Hukum. Pada 29 Desember 1925, memulai pekerjaannya yang dicintai , yaitu merevisi dan menambah kamus Jawa-Belanda Gericke-Roorda. Akhirnya kamus Jawa-Belanda Pigeaud terbit pada tahun 1938. Kamus ini bisa dianggap sebagai tambahan penting kamus Gericke-Roorda.
Jadi sekarang jelaslah kebohongan itu . Sang Bagawan tidak pernah menulis apapun tentang Orang Blambangan.Dan sepenuhnya para penulis  itu melakukan rekayasa yang luar biasa.
Karya beliau lainnya adalah
  • 1932” ANTEKENINGEN BETREFFENDE DEN JAVAANSCHEN Oosthoek “ TBG LXXXII
  • 1938, Javaans — Nederlands handwoordenboek. Groningen: Wolters
  • 1960, Java in the 14th century : a study in cultural history : the Nāgara-Kertāgama by Rakawi, prapañca of Majapahit, 1365 A.D. Vol I: Javanese texts in transcription. The Hague: Martinus Nijhoff
  • 1962, Java in the 14th century : a study in cultural history : the Nāgara-Kertāgama by Rakawi, prapañca of Majapahit, 1365 A.D. Vol IV: Commentaries and recapitulation. The Hague: Martinus Nijhoff
  • 1963, Java in the 14th century : a study in cultural history : the Nāgara-Kertāgama by Rakawi, prapañca of Majapahit, 1365 A.D. Vol V: Glossary, general index. The Hague: Martinus Nijhoff
  • 1967, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Library of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands. I: Synopsis of Javanese literature 900-1900 A.D. The Hague:Martinus Nyhoff
  • 1968, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Library of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands.Vol.II: Descriptive list of Javanese manuscripts. The Hague:Martinus Nyhoff
  • 1970, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Li y of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands. Vol.III: Illustrations and facsimiles of manuscripts, maps, addenda and a general index of names and subjects. The Hague:Martinus Nyhoff
  • 1974, De eerste Moslimse vorstendommen op Java. Den Haag: Martinus Nijhoff
  • 1975, Javanese and Balinese manuscripts and some codices written in related idioms spoken in Java and Bali : descriptive catalogue. Wiesbaden: F. Steiner
  • 1980, Literature of Java : catalogue raisonné of Javanese manuscripts in the Library of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands. Vol.IV: Supplement. The Hague:Martinus Nyhoff
  • 1985, Javanese and Balinese manuscripts and some codices written in related idioms spoken in Java and Bali : descriptive catalogue. Stuttgart: Steiner. Beschrieben von Theodore G. Th. Pigeaud, und P. Voorhoeve

Penulis : Sumono
Blog link: http://padangulan.wordpress.com/

0

Silahkan Tulis Komentar Anda ...